Di Asia, hal ini dianggap sebagai penghargaan tertinggi jika seorang anggota keluarga meninggalkan kehidupan rumah. Orang-orang Barat, bagaimanapun, mungkin terkejut dengan gagasan seseorang meninggalkan keluarga mereka untuk menjadi seorang biarawan atau biarawati. Mereka mungkin berpikir ini adalah hal yang egois dan melarikan diri dari dunia. Pada kenyataannya, biarawan dan biarawati tidak egois sama sekali. Mereka mendedikasikan diri mereka untuk membantu orang lain. Mereka tidak ingin memiliki banyak hal, atau memiliki uang atau kekuasaan. Mereka mengabaikan hal-hal ini demi memperoleh sesuatu yang jauh lebih berharga - kebebasan spiritual. Dengan menjalani hidup yang sederhana dan murni dengan sesama di jalan yang sama, mereka mampu mengurangi keserakahan, kebencian, dan ketidak-tahuan mereka.
Meskipun biarawan dan biarawati hidup dalam biara, mereka tidak sepenuhnya mengabaikan keluarga mereka. Mereka diperbolehkan untuk mengunjungi dan merawat mereka ketika mereka sakit.
Bagian I
Kehidupan dalam sebuah biara
Setiap hari di sebuah biara dimulai pagi sekali untuk para biarawan dan biarawati. Jauh sebelum fajar, mereka menghadiri upacara pagi dan nyanyian pujian kepada Sang Buddha. Upacara mengangkat semangat seseorang dan membawa harmoni. Meskipun Sangha menjalani kehidupan sederhana, mereka memiliki banyak tanggung jawab untuk dipenuhi. Setiap orang bekerja dengan rajin dan puas dengan tugasnya.
Pada siang hari, beberapa biarawan dan biarawati pergi mengajar di sekolah atau memaparkan ajaran Sang Buddha. Yang lain mungkin merevisi dan menerjemahkan buku-buku dan sutra Buddha, membuat gambar Buddha, mengurus kuil dan kebun, mempersiapkan upacara, memberikan nasihat kepada orang awam, dan perawatan bagi para manula (orang tua) dan mereka yang sakit. Hari itu berakhir dengan upacara penutupan malam.
Dalam kehidupan kerja sehari-hari dan praktik keagamaan, para biarawan dan biarawati membimbing diri mereka sendiri dengan benar dan sangat dihormati. Dengan menjalani hidup yang murni dan sederhana, mereka mendapatkan pemahaman yang luar biasa ke dalam sifat sejati/alami dari setiap hal. Meskipun hidup mereka keras dan ketat, hasilnya sebanding. Hal ini juga membuat mereka sehat dan enerjik. Kaum awam, yang tinggal di biara atau untuk kunjungan, mengikuti jadwal yang sama dengan Sangha dan bekerja bersama mereka.
Meskipun biarawan dan biarawati hidup dalam biara, mereka tidak sepenuhnya mengabaikan keluarga mereka. Mereka diperbolehkan untuk mengunjungi dan merawat mereka ketika mereka sakit.
Bagian I
Kehidupan dalam sebuah biara
Setiap hari di sebuah biara dimulai pagi sekali untuk para biarawan dan biarawati. Jauh sebelum fajar, mereka menghadiri upacara pagi dan nyanyian pujian kepada Sang Buddha. Upacara mengangkat semangat seseorang dan membawa harmoni. Meskipun Sangha menjalani kehidupan sederhana, mereka memiliki banyak tanggung jawab untuk dipenuhi. Setiap orang bekerja dengan rajin dan puas dengan tugasnya.
Pada siang hari, beberapa biarawan dan biarawati pergi mengajar di sekolah atau memaparkan ajaran Sang Buddha. Yang lain mungkin merevisi dan menerjemahkan buku-buku dan sutra Buddha, membuat gambar Buddha, mengurus kuil dan kebun, mempersiapkan upacara, memberikan nasihat kepada orang awam, dan perawatan bagi para manula (orang tua) dan mereka yang sakit. Hari itu berakhir dengan upacara penutupan malam.
Dalam kehidupan kerja sehari-hari dan praktik keagamaan, para biarawan dan biarawati membimbing diri mereka sendiri dengan benar dan sangat dihormati. Dengan menjalani hidup yang murni dan sederhana, mereka mendapatkan pemahaman yang luar biasa ke dalam sifat sejati/alami dari setiap hal. Meskipun hidup mereka keras dan ketat, hasilnya sebanding. Hal ini juga membuat mereka sehat dan enerjik. Kaum awam, yang tinggal di biara atau untuk kunjungan, mengikuti jadwal yang sama dengan Sangha dan bekerja bersama mereka.
Bagian II
Kepala Dicukur, Jubah, dan Mangkuk (menerima) Persembahan
Idealnya, biarawan dan biarawati hanya memiliki beberapa barang, seperti jubah dan mangkuk (menerima) penawaran. Sementara kebanyakan orang menghabiskan banyak waktu dan uang demi rambut mereka, biarawan dan biarawati mencukur bersih kepala mereka. Mereka tidak lagi peduli dengan keindahan lahiriah, tetapi mengutamakan pengembangkan kehidupan rohani mereka. Kepala gundul merupakan simbol bahwa para biarawan dan biarawati telah meninggalkan kehidupan rumah dan merupakan bagian dari Sangha.Menawarkan makanan untuk para biarawan dan biarawati merupakan bagian dari Buddhisme. Di Asia, tidak biasa melihat biarawan berjalan menuju desa-desa di pagi hari dengan membawa mangkuk penawaran mereka. Mereka tidak mengemis makanan, tetapi menerima apa saja yang ditawarkan. Praktek ini tidak hanya membantu para biarawan dan biarawati menjadi rendah hati, tetapi juga kesempatan bagi orang awam untuk memberi. Di beberapa negara orang awam pergi ke biara untuk memberi persembahan.
Jubah para biarawan dan biarawati yang sederhana dan terbuat dari katun atau linen. Warna mereka bervariasi sesuai dengan negara yang berbeda. Sebagai contoh, jubah kuning sebagian besar dipakai di Thailand, sementara jubah hitam dipakai di Jepang. Di Cina dan Korea, jubah abu-abu dan coklat dipakai untuk kerja, sedangkan jubah lebih rumit digunakan untuk upacara. Jubah merah gelap dipakai di Tibet.
Jubah dan mangkuk penawaran sangat penting untuk para biarawan dan biarawati. Sang Buddha berkata, "Sama seperti burung membawa sayapnya di mana pun ia terbang, demikian biarawan membawa jubah dan mangkuknya kemana pun dia pergi."
Bagian III
Pentingnya Umat Awam dalam Buddhisme
Orang awam ini adalah sangat penting dalam Buddhisme, karena mereka adalah anggota pendukung komunitas Buddhis. Mereka membangun kuil-kuil dan biara-biara dan memberikan persembahan makanan, jubah, tempat tidur, dan obat-obatan untuk para biarawan dan biarawati. Hal ini memungkinkan Sangha untuk melaksanakan pembabaran Ajaran Sang Buddha. Dengan cara ini Sangha dan umat awam saling menguntungkan dan bersama-sama menjaga agar roda Dharma tetap berputar.
Dalam Buddhisme, juga penting untuk mendukung orang yang miskin dan membutuhkan. Memberi untuk mendukung umat beragama, bagaimanapun, dianggap suatu perbuatan yang sangat berjasa. Sang Buddha tidak hanya mendorong untuk memberi kepada umat Buddha, tetapi kepada setiap orang yang menjalankan kehidupan spiritual yang membutuhkan.
Sang Buddha mengajar murid-muridnya untuk menjadi toleran terhadap agama lain. Sebagai contoh, ketika seseorang menyalakan lilin dari nyala lilin yang lain, nyala lilin pertama tidak kehilangan cahayanya. Sebaliknya, dua cahaya bersinar lebih terang secara bersama-sama. Ini juga sama dengan agama-agama besar di dunia.
Apakah seseorang adalah anggota Sangha atau orang awam, yang ideal adalah untuk berlatih Buddhisme demi kebaikan bersama.
Orang awam ini adalah sangat penting dalam Buddhisme, karena mereka adalah anggota pendukung komunitas Buddhis. Mereka membangun kuil-kuil dan biara-biara dan memberikan persembahan makanan, jubah, tempat tidur, dan obat-obatan untuk para biarawan dan biarawati. Hal ini memungkinkan Sangha untuk melaksanakan pembabaran Ajaran Sang Buddha. Dengan cara ini Sangha dan umat awam saling menguntungkan dan bersama-sama menjaga agar roda Dharma tetap berputar.
Dalam Buddhisme, juga penting untuk mendukung orang yang miskin dan membutuhkan. Memberi untuk mendukung umat beragama, bagaimanapun, dianggap suatu perbuatan yang sangat berjasa. Sang Buddha tidak hanya mendorong untuk memberi kepada umat Buddha, tetapi kepada setiap orang yang menjalankan kehidupan spiritual yang membutuhkan.
Sang Buddha mengajar murid-muridnya untuk menjadi toleran terhadap agama lain. Sebagai contoh, ketika seseorang menyalakan lilin dari nyala lilin yang lain, nyala lilin pertama tidak kehilangan cahayanya. Sebaliknya, dua cahaya bersinar lebih terang secara bersama-sama. Ini juga sama dengan agama-agama besar di dunia.
Apakah seseorang adalah anggota Sangha atau orang awam, yang ideal adalah untuk berlatih Buddhisme demi kebaikan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar